Beberapa waktu lalu saya jadi sadar betapa pentingnya mengajari anak rasa sakit. Karena saya baru ngeh nih saat Isya jatuh karena lari-lari sampai tangannya tergores dan berdarah. Dia mengeluh karena tangannya yang berdarah itu. Sebenarnya sepele, dan sepertinya semua anak pasti pernah jatuh, pernah berdarah karena lari-larian.
Namun entah karena Isya yang mungkin terlalu lebay atau memang karena belum pernah merasakan “jatuh sampai berdarah-darah”. Wkwkwkw jadilah saya agak lebay juga menanggapinya. Namun saya juga berpesan padanya bahwa setiap orang pasti pernah merasakan sakit, setiap anak pasti pernah jatuh.
Mengajari Anak Rasa Sakit Untuk Mengenal Kemampuannya
Jadi ketika Isya jatuh kemarin akhirnya saya mencoba untuk menahan, membiarkannya merasakan rasa sakit itu. Kata pakar parenting sih biarkan anak berproses dengan rasa sakit yang ia alami. Pengalaman ini akan membantu anak untuk belajar sehingga ketika ada risiko untuk jatuh lagi, ia bisa mengantisipasinya. Apa yang harus dilakukan agar tidak jatuh, dan belajar untuk mengendalikan diri.
Inilah yang bisa kita lakukan agar anak berkembang positif dan menghargai setiap proses hidup. Tugas kita sebagai orang tua adalah membiarkan anak mengeksplor lingkungannya. Diantaranya untuk mengenal mana hal yang berbahaya baginya, mana hal yang aman dan bisa dilakukannya dengan nyaman. Membiarkan anak menyelesaikan masalah yang ia hadapi dan coba untuk percaya pada kemampuan anak.
Dengan begitu kita akan mengetahui kemampuan anak dan ia juga akan menghargai arti berjuang yang sebenarnya. Anak juga akan belajar untuk mengetahui konsekuensi dari perbuatan cerobohnya tadi. Sebagai orang tua selayaknya kita harus mendampingi dan memahaminya, bahwa setiap anak memiliki cara sendiri untuk menghadapi masalah.
Apa yang Perlu Kita Batasi?
Hal yang perlu kita batasi selama mengeksplor anak ketika mengajarkan anak rasa sakit misalnya saat ia bermain peralatan listrik, atau membahayakan dirinya dengan bermain di tengah jalan raya. Tentu saja harus dibatasi agar mereka juga tidak jatuh dalam kondisi yang berbahaya.
Karena mengajarkan anak rasa sakit tidak sama dengan membiarkannya dalam bahaya. Kita bisa membatasinya dengan tetap bernegosiasi dan berkompromi. Kita bisa tetap membiarkan anak melakukan sesuatu dengan cara mereka sendiri karena akan mengasah kemampuan anak untuk mencari jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapinya.
Selain itu juga perlu adanya kerjasama antara Ibu dan Bapak. Sehingga ketika anak belajar tentang kegagalan dan rasa sakit ini orang tua tetap bisa kompak melakukannya. Bukannya salah satu mengatakan A, lalu satunya mengatakan B hehehe.. jangan sampai begitu ya. Karena saya pernah nih mengalami hal ini. Saya tidak memperbolehkan lalu suami memperbolehkan.
Akhirnya anak bingung, mau ikut yang mana? Mana yang bisa kupercaya? Atau pada akhirnya anak menjadi tak jujur ketika harus mengatakan yang sebenarnya di depan Bapaknya atau Ibunya. Intinya begitu deh ya.
Bagaimana dengan ibu-ibu? Punya pengalaman apa lagi nih ketika mengajarkan anak tentang rasa sakit dan hal-hal yang semisal? Bagikan pengalaman ibu-ibu di kolom komentar yuk agar saya juga bisa belajar, selain hal-hal tersebut di atas, apa yang harus saya lakukan selain itu.
Intinya mengajari anak rasa sakit akan memberikan banyak manfaat pada anak, dan insya Allah tidak akan merugikan dirinya saat dewasa kelak. Semoga artikel ini bermanfaat yaa.