Seringkali kita tidak menyadari bahaya membentak anak. Tidak hanya pada aspek fisik, tapi juga psikologis.
Ada begitu banyak gaya mendidik anak yang dilakukan oleh orang tua yang secara emosional tidak efisien. Kerap kali mereka mengabaikan perasaan anak, terlalu membebaskan, juga ada banyak yang tidak menunjukkan penghargaan terhadap perasaan anak.
Begitu juga bila seorang Ibu atau Ayah sedang kelelahan, dengan emosi anak yang menurut mereka adalah gangguan, kadang membuat mereka membentak anak tanpa sadar. Barulah kemudian menyesalinya di kemudian hari.
Bahaya Membentak Anak Menurut Daniel Goleman (Penulis Buku Emotional Intelligence)
Pemelajaran emosi seperti yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya dimulai pada saat-saat paling awal kehidupan dan akan terus berlanjut selama masa kanak-kanak. Semua pergaulan kecil antara orangtua dan anak memiliki makna emosional tersendiri dan pengulangan yang terus terjadi selama bertahun-tahun ini akan membentuk inti pandangan seorang anak serta kemampuan emosionalnya.
Ternyata emosi negatif kita pada anak akan membawa banyak dampak negatif lho menurut ilmu psikologi dan kedokteran. Apa saja itu? Simak yuk!
1. Anak Memproduksi Hormon Stres Lebih Banyak
Anak-anak belajar tentang emosi di sekitarnya sejak ia masih bayi. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan dari Tim University of Washington yang dikemukakan oleh Daniel Goleman dalam bukunya, Emotional Intelligence bahwa anak-anak yang memiliki orang tua terampil secara emosional menunjukkan lebih banyak kasih sayang kepada orang tuanya, lebih sedikit bentrok dengan orang tuanya, serta lebih bisa mengontrol emosi dirinya sehingga tidak mudah marah.
Secara biologis, anak-anak yang tumbuh dengan perilaku emosi orang tua yang meledak-ledak, suka membentak, dan emosi negatif lainnya akan menjadikan anak memiliki kadar hormon stres lebih banyak dan indikator fisiologi pembangkitan emosi lebih tinggi (suatu pola jika dipertahankan seumur hidup bisa menjadi mempengaruhi kesehatan fisik yang buruk).
2. Anak Menjadi Lebih Pesimis
Dr.T. Berry Brazelton seorang spesialis anak terkemuka dari Harvard yang telah melakukan tes diagnostik sederhana terhadap sikap dasar bayi tentang kehidupan mengemukakan bahwa kesuksesan anak-anak di sekolah sebagian besar sangat bergantung pada watak-watak emosional yang terbentuk selama bertahun-tahun sebelum seorang anak masuk sekolah (tentu saja lingkungan keluarga lah yang paling berperan).
Anak-anak yang berasal dari keluarga kacau balau, berantakan atau disia-siakan akan menyelesaikan segala tugas yang menyiratkan bahwa mereka tidak berharap akan berhasil. Anak-anak itu memahami instruksi dengan baik, juga mengerjakannya, namun saat mereka melakukannya wajah mereka adalah wajah kalah, wajah yang menatap dengan pandangan yang mengatakan, “Nah, aku bodoh kan. Aku tidak akan berhasil”, begitu laporan Brazelton.
3. Anak Menjadi Agresif
Sebuah survei terhadap anak-anak yang diperlakukan dengan buruk (tercatat dalam Emotional Intelligence tulisan Daniel Goleman) menunjukkan bahwa hasil kerja anak-anak yang disia-siakan adalah yang paling buruk. Mereka paling cemas, tidak punya perhatian, dan tidak berperasaan, kadang-kadang agresif, juga kadang menarik diri. Rasio tinggal kelas di kelas satu diantara mereka adalah 65%.
4. Emosi Negatif Orangtua Menurunkan Kecerdasan Anak
Goleman menulis dalam bukunya Emotional Intelligence, tiga atau empat tahun pertama dalam hidup merupakan periode ketika otak anak tumbuh hingga kurang lebih dua pertiga ukuran normal usia dewasa dan berkembangnya kerumitannya dengan laju yang lebih cepat daripada yang pernah terjadi setelahnya. Selama periode emas ini jenis-jenis pembelajaran terserap lebih mudah daripada periode setelahnya, yang paling utama adalah pelajaran emosi.
Selama periode ini, ketegangan yang hebat dapat merusak pusat-pusat belajar di otak (dan dengan demikian merusak kecerdasan, tentu saja). Meskipun kerusakan ini dapat diobati sampai tahap tertentu oleh pengalaman di kemudian hari, namun pengaruh pembelajaran dini ini sangat mendalam. Seperti disimpulkan oleh sebuah laporan, proses pemelajaran emosi sangat penting pada empat tahun pertama kehidupan, karena akibat-akibat permanen dari emosi negatif akan besar sekali.
Bunda, berilah anak-anak peluang menyampaikan perasaannya. Jangan besarkan mereka dengan emosi-emosi negatif kita yang tak terkontrol. Mereka pantas mendapatkan masa depan yang cerah, cukup dengan tahan emosi negatif kita sejenak. Redam emosi dengan merenungkan masa depan anak kita.
Semoga artikel tentang bahaya membentak anak ini bermanfaat ya Mom!
Referensi :
Emotional Intelligence by Daniel Goleman
1 Komentar. Leave new
Terimakasih mbak ustadzah,jadi memperbanyak istighfar ni😅