Menulis soal masa depan anak ini saya jadi memikirkan seperti apa Indonesia 20 tahun lagi? Apakah ia akan lebih ramah untuk generasi selanjutnya, atau bahkan menjadi negara yang tak lagi ramah pada bangsanya sendiri?
Saya jadi teringat novel debut karya Henry Manampiring berjudul Hitam 2045. Sebuah novel yang berkisah tentang masa depan Indonesia di tahun itu. Sekilas, kita akan melihat Indonesia seperti negara-negara maju lainnya, bahkan lebih baik dari itu. Angkatan Bersenjatanya sangat ditakuti, teknologinya modern dan punya banyak anak-anak muda yang potensial.
Namun siapa sangka di tengah kemajuan teknologi dan juga majunya bangsa kita di tahun tersebut ternyata hak-hak kita juga dirampas, kebebasan kita diambil, kita tak lagi bisa bersuara. Wow, jadi ngeri ngga tuh?
Mempersiapkan Masa Depan Anak
Tidak hanya karena novel Hitam 2045 saya khawatir akan masa depan anak saya nanti. Namun juga karena ada beberapa hal yang kita ketahui bersama, dari ajaran agama Islam bahwa tanda-tanda kiamat sughra telah nampak di muka bumi ini. Entah sepuluh tahun lagi atau dua puluh tahun lagi, atau mungkin masih 100 tahun lagi? Tak ada yang pernah tahu soal itu bukan?
Oleh karena itu saya jadi khawatir, cobaan akhir zaman semakin dekat, semakin berat, dan itu akan dihadapi oleh anak-anak kita sebagai penerus bangsa ini. Lalu apa yang sudah kita persiapkan untuk mereka agar masa depannya bisa dilalui dengan baik dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah?
Beberapa yang saya persiapkan untuk masa depan anak sebagai berikut, sebagaimana Ayah dan Ibu saya mempersiapkan kami semua untuk menghadapi era ini:
Mempersiapkan Masa Depan Anak dengan Ilmu dan Amal
Saya pernah diikutkan sebuah klub bela diri di Sekolah Dasar, dan ada yang saya ingat di sana yang selalu diucapkan sebelum latihan dimulai. Yakni kami selalu mengucapkan ikrar syahadat dan juga ikrar: Dengan iman dan akhlak saya menjadi kuat, tanpa iman dan akhlak saya menjadi lemah. Ada yang familiar ngga sih dengan kalimat itu? Kalau ada yang familiar, berarti kita satu seperguruan hehehe..
Maksudnya di sini adalah iman dan akhlak kita dapatkan dari ilmu dan amal. Tanpa ilmu kita akan menjadi manusia yang tak tahu apa-apa, beribadah karena ikut-ikutan, berbuat baik karena takut FOMO, dan lain sebagainya. Sedangkan jika kita punya ilmu, amalan baik kita tak akan sia-sia. Karena apa yang kita lakukan memang sudah ada dasarnya, sudah ada tuntunannya.
Oleh karena itu Ayah dan Ibu saya selalu memberikan prioritas untuk pendidikan. Semata agar ilmu yang kami dapatkan bermanfaat, berkah, dan juga bisa diamalkan sehingga bermanfaat untuk banyak orang.
Selain pendidikan, untuk mendukung amal yang kita lakukan dibutuhkan tubuh dan jiwa yang sehat, sehingga asupan makanan bergizi dengan nutrisi yang seimbang juga menjadi prioritas keluarga kami, alhamdulillah, meskipun telur ayam saat itu harus dibagi-bagi, kami bersyukur bisa menyantap protein hewani entah dari telur ayam, ikan laut, atau apapun yang mengandung protein deh. Kalau sayur, jangan tanya hehe..
Mendidik Anak Agar Punya Jiwa yang Tangguh
Banyak sekali pendapat yang mengatakan bahwa jiwa anak-anak kita saat ini seperti strawberry. Lembek meskipun nampak ranum dan segar dari luar. Jadi saya pun takut anak saya punya jiwa yang seperti itu.
Oleh karena itu untuk beberapa hal kita memang harus tega-tegaan, agar anak punya jiwa yang tangguh nantinya. Anak harus diajarkan rasa sakit, rasa kecewa, dan bagaimana bekerja keras sejak kecil. Saya melatih Caca ketika menginginkan mainan. Saya juga melatih Caca agar ia tangguh ketika harus menghadapi kenyataan bahwa giginya sakit, hidungnya sakit, kakinya sakit karena jatuh, dan beberapa hal yang membuatnya merasakan rasa sakit.
Entah bagaimana, saya yakin Caca akan menjadi anak yang tangguh nantinya. Bagaimanapun kondisi Indonesia nantinya, apakah akan semakin baik atau malah semakin buruk.
Yang terpenting bagaimana kita membekali anak-anak kita untuk menghadapi masa depan mereka. Tentu saja kita harus optimis bahwa mereka akan menjadi generasi penerus yang bisa diandalkan. Namun kita tetap tak boleh lengah bukan?
1 Komentar. Leave new
Saya setuju dengan istilah anak ibarat strawberry, lembek di dalam meski terlihat matang dan ranum. Karena memang nyatanya demikian. Mempersiapkan anak dengan ilmu Agama adalah kunci utama