Tak terasa, tahun 2023 ini ternyata saya telah menjadi Ibu selama 4 tahun. Bayi yang dulu masih ada di gendonganku, rambutnya jabrik dan sempat membuat saya khawatir akan terus seperti itu, kini sudah berusia 4 tahun. Yes, tepatnya kemarin 21 Januari 2023. Bayi yang tumbuh dan menghabiskan hampir setengah dari 1000 hari “emas”nya saat masa pandemi, saya lihat sudah besar, bahkan tak jarang saya mengeluh saat menggendongnya. 21 kilogram! Siapa yang ngga ngos-ngosan?
Tulisan ini nantinya akan menjadi refleksi saya ketika usia Isya sudah menginjak angka 4. Ketika pertumbuhan dan perkembangnnya ternyata sudah sejauh ini, dan tentunya siapapun setuju bahwa menjadi seorang Ibu itu tidaklah mudah.
Refleksi Menjadi Ibu Selama 4 Tahun
Tahun pertama memiliki Isya adalah tahun-tahun yang menurut saya sangat berat. Saat dulu memutuskan bersama dengan suami untuk mengasuh seorang anak, saya tak berpikir bahwa ternyata seberat ini, ya Allah. Hahaa.. Namun saya tak menyesal atas pilihan itu. Meskipun yaaa banyak keluhan yang pastinya teman-teman lihat disana-sini. Di sosmed, di blog, dimanapun. Semoga teman-teman bisa memahami bahwa sesungguhnya itu bukan bentuk rasa kufur.
Nikmat satu tahun memilikinya ternyata benar-benar melatih kesabaran saya. Dulu saya orangnya meledak-ledak, emosi yang tak stabil dan gampang banget tersulut oleh hal kecil. Meskipun sampai saat ini mungkin masih ada sifat-sifat buruk itu, saya bersyukur ternyata perubahan menjadi lebih baik itu ternyata ada. Berkat Isya.
Dua tahun kedatangan Isya dalam hidup saya, yakni di saat-saat pandemi kemarin melanda. Saya dihantam ujian yang sangat saya takuti, yakni kesehatan. Kenapa saya takut? Karena dulu saya sempat sakit selama satu tahun penuh bahkan lebih beberapa bulan, dan saat itulah saya menyadari betapa berharganya nikmat kesehatan itu sendiri.
Suami saya terkena Covid-19 dan nyaris satu bulan harus diisolasi di Rumah Sakit. Meskipun Covid-19 saat ini gejalanya jadi lebih ringan dan mungkin sudah tidak tampak menakutkan, namun duluuuu ketika vaksin itu belum ada, penyakit tersebut layaknya monster yang menghantui saya setiap malamnya. Saya takut ini dan itu, takut kehilangan, takut menjadi tak berdaya, dan ketakutan-ketakutan lain yang akhirnya tidak terjadi.
Saat Isya berusia dua tahun itulah saya belajar banyak hal. Tidak hanya belajar menjadi ibu yang baik, ibu yang selalu belajar bersabar, namun juga saya memperbaiki pola makan, pola asuh, sekaligus belajar untuk mengatur keuangan. Saya belajar tentang bagaimana mengatur keuangan, belajar lebih banyak tentang asuransi dan saham untuk masa depan, hingga investasi yang bisa saya lakukan sebagai ibu pekerja yang gajinya tak sampai satu juta.
Jadi saya sudah dapat apa saja selama menjadi ibu dalam waktu 4 tahun belakangan ini?
Saya melatih kesabaran, saya banyak belajar tentang parenting dan pola asuh yang sesuai dengan value keluarga kecil kami, mencoba mengatur keuangan dengan lebih baik dengan cara menyiapkan dana darurat, menabung untuk dana pendidikan anak, mengambil asuransi jiwa, menyisihkan 5% penghasilan untuk investasi, dan mencoba menjadi ibu penuh waktu meskipun beberapa jam dalam sehari harus saya kesampingkan untuk side hustle.
Alhamdulillah, berkat itu semua kami akhirnya bisa punya rumah sendiri meskipun tak sebesar rumah Raffi. Hehe.. kejauhan ya perbandingannya? Ya ngga apa-apa sih, siapa tahu bandingan tersebut bisa kita raih kan? Isya pun menjadi lebih kooperatif meskipun satu waktu dia tiba-tiba saja tidak mau sekolah, tidak mau bekerjasama, namun semua itu masih bisa saya handle sendiri.
Empat tahun menjadi Ibu dari Isya saya banyak bersyukur, bahwa menjadikan Isya sebagai anak saya adalah pilihan terbaik Allah dan benar-benar sebuah hadiah yang tak akan pernah kami sia-siakan niatnya. Insya Allah